#under_header{ margin:10px 0; padding:1%; width:98%; }

Sabtu, 07 Maret 2015

Hidup Dibimbing Oleh Roh

HIDUP SEBAGAI SUATU PEZIARAHAN

Perjalanan hidup kita adalah sebuah peziarahan. Dalam peziarahan itu, kita membutuhkan pertolongan Tuhan. Sejauh mata memandang, sejauh kaki melangkah, dalam peziarahan adan begitu banyak suka duka yang kita alami dan kita rasakan, silih berganti. Tepatnya dalam tradisi katolik, ziarah menjadi sangat dominan dan sangat kental dengan nuansa spiritual. Peziarahan yang kita laksanakan setiap hari adalah peziarahan yang sifatnya fisik semata. Tetapi yang sebenarnya yang kita butuhkan adalah peziarahan rohani. Peziarahan dimana kita sebagai orang beriman mengarahkan diri kita pada Tuhan. Itu sebabnya dalam tradisi gereja kita, umat beriman diajak untuk menjadi bagian dari peziarahan spiritual. Peziarahan ini adalah peziarahan yang sangat panjang dan melelahkan.
Kalau kita mengikuti ziarah tiap bulan Oktober atau Mei, mungkin secara fisik kita akan merasa capek dan lelah. Tetapi setelah kita beristirahat sejenak, duduk dan minum/makan (kalau ada) makan kita akan menjadi segar kembali. Yang sangat berat adalah perjalanan spiritual. Suka duka, gembira, sakit, tidak berdaya, merasa dihina, merasa difitnah, itu adalah bagian dari perjalanan spiritual.jadi, ketika kita mengikuti ziarah-ziarah, kita harus mengerti dengan baik bahwa yang jauh lebih penting dan bermakna adalah perjalanan spiritual. Ini adalah bagian dari perjalanan spiritual karena seseorang berusaha mencari sesuatu yang berarti dan berguna.

Perlu kita sadari bahwa kita berasal dari Tuhan. Kita dilahirkan di muka bumi ini, hidup 70 atau 80 tahun, setelah itu kita akan kembali kepada Dia yang mengasihi dan mencintai kita. 80 tahun terakhir, kita itu berziarah, mencari kebahagiaan, mencari keselamatan supaya kita bisa kembali ke tempat di mana kita berasal yaitu Bapa di surga. Dan dalam gereja kita, Maria adalah pribadi yang memberi contoh dan teladan bagaimana peziarahan itu harus kita maknai sebagai kebenaran, sebagai bagian dari iman kita kepada Tuhan.
Ketika Maria mendengar kabar gembira dari malaikat bahwa ia akan mengandung, bahkan jauh sebelum itu, Maria dikatakan oleh kitab suci adalah seorang perempuan desa yang tulus, jujur dan selalu mengarahkan hati dan pikirannya kepada Tuhan.
Memang dia belum langsung berbicara kepada malaikat. Tetapi perjalanan hidupnya sudah mengarah pada Tuhan sampai akhirnya malaikat itu datang kepadanya dan mengatakan ,”Salam, hai engkau yang dikaruniai, Tuhan menyertai engkau” (Luk 1:28). Salam itu berasal dari yang Maha Tinggi. Dan itu yang kita doakan dalam doa Salam Maria.
Bagian selanjutnya adalah seruan dari Elisabet ketika mendengar salam dari Maria ,”Diberkatilah engkau di antara semua perempuan dan diberkatilah buah rahimmu” (luk 1:42) dan kemudian ditutp dengan doa dari gereja ,”Santa Maria Bunda Allah, doakanlah kami yang berdosa ini, sekarang dan waktu kami mati”. Amin.
Doa gereja adalah dalam doa Salam Maria ini. Doa gereja agar gereja bisa bersama-sama dengan Maria dalam peziarahan ini. Itulah yang dikatakan dalam injil Yoh 14:16 : Aku akan minta kepada Bapa, dan Ia akan memberikan kepadamu seorang Penolong yang lain, supaya Ia menyertai kamu selama-lamanya.
Ini yang perlu digarisbawahi. Orang yang menyerahkan diri seutuhnya kepada Tuhan adalah orang yang akan dibimbing oleh Tuhan. Itu sebabnya Maria sejak awal memberikan dirinya kepada Tuhan dan Tuhan membimbing dirinya sepanjang perjalanannya. Kalau kita mau setia dalam peziarahan ini, kita harus mau menyerahkan diri untuk dibimbing oleh Allah. Kita harus mau dibimbing oleh Roh Kudus. Dan Ia akan menyertai hidup kita sampai pada kesudahan.
Kalau kita melihat Maria, kalau ia tidak dibimbing oleh Roh, mungkin ia akan stress karena melihat dengan mata kepala sendiri bagaimana putranya itu diperlakukan secara tidak manusiawi. Mungkin ia akan memberontak, berteriak dan melempari serdadu-serdadu dengan batu. Melihat ketidakadilan dan dibuatkan pengadilan palsu dan semua orang tahu. Tetapi apa yang terjadi dengan Maria? Ia selalu mengatakan dalam hatinya, “Aku ini hamba Tuhan terjadilah padaku menurut kehendakMu”.
Itu terjadi karena Maria memberikan dirinya dibimbing oleh Roh sehingga bukan pikirannya yang jalan. Bukan tindakannya yang jalan. Tidak seperti kita. Lain kali kita marah, lain kali kita emosi dan seterusnya. Dan inilah yang senantiasa harus kita maknai sebagai perjalanan peziarahan kita.
Setiap kali kita mengikuti kegiatan ziarah, kita mengambil hikmah bagaimana Maria itu memberikan dirinya setiap hari dibimbing oleh Roh. Kalau dalam gereja terjadi perpecahan, itu bukan tanda-tanda yang baik. Seperti waktu terjadi perpecahan dalam gereja. Bukan lagi Roh yang berbicara tapi pikiran orang, niat jahat orang yang bekerja sehingga terjadi perpecahan skisma antara gereja katolik dan protestan pada waktu itu. Dan sampai sekarang, gereja tetap mempertahankan keutuhan karena gereja memberikan dirinya dituntun oleh Roh.
Tidak semudah itu untuk mendirikan sebuah gereja. Tapi kalau itu dikehendaki Tuhan maka itu terjadilah.
Dan sampai sekarang ini, kita bersyukur dan bergembira karena Tuhan telah memfasilitasi kita sebagai orang beriman dengan sakramen-sakramen yang ada, devosi-devosi yang ada dan dengan teladan Maria supaya semua orang beriman itu sehati, sejiwa dalam peziarahan menuju Bapa di surga. Ini adalah bagian dari perjalanan spiritual kita.
Jangan kita beranggapan bahwa setelah prosesi ziarah itu, kita pulang dan selesailah ziarah itu. Ziarah itu terus menerus berlangsung. Siang malam. Pagi sore. Sepanjang hidup kita peziarahan itu tetap  berlangsung sampai ketika kita mati maka selesailah peziarahan kita.
Itu sebabnya, kebahagiaan adalah bahwa orang-orang yang setia dalam peziarahan itu sampai dia menghadap Bapa di surga. Setia dan memegang teguh komitmen iman akan Tuhan, pada keluarganya, pada gereja dan pada semua orang yang mencari Tuhan dengan ikhlas hati.
Pada kesempatan ini, kalau kita mau memberikan diri dibimbing oleh Roh, yakin dan percaya kehidupan kita akan semakin baik. Sama dengan keluarga-keluarga. Kalau suami, istri, anak-anak selalu menyerahkan diri dibimbing oleh Tuhan maka keluarga itu adalah keluarga yang hidup damai, tenang dan tentram. Seperti keluarga kudus dan itu yang harus menjadi cita-cita kita.
Kalau gereja sebagai satu persekutuan menyerahkan diri dan dibimbing oleh Rohm aka gereja itu akan tumbuh dan berkembang menjadi kekuatan moral, tanda kehadiran Tuhan.
Harus diyakini sebagai suatu kebenaran karena bagi Tuhan tak ada sesuatu yang mustahil. Kalau Tuhan sudah bekerja, tak ada satu pun yang dapat membendung dan menghalangi kita. Itu sebabnya perlulah komitmen, kerja sama, keredahan hati, menggalang persatuan dan kesatuan supaya Roh Tuhan secara leluasa bekerja dalam pikiran, dalam hati seluruh orang sehingga dengan caranya masing-masing bisa membantu pembangunan gereja.
Bukan pikiran kita yang jalan. Bukan kemauan kita yang jalan. Tetapi kita membuka hati dan pikiran, biarlah Tuhan yang bekerja atas diri kita dan orang-orang lain di sekitar kita. Kita hanyalah fasilitator. Kita memfasilitasi, kita menyediakan diri dan Tuhan bekerja. Demikian dengan Maria.
Maria tinggal menyediakan diri dan Tuhan yang bekerja. Para rasul menyediakan diri dan Tuhan yang bekerja. Dan gereja menyediakan diri dan Tuhan yang bekerja. Dan inilah yang menjadi kekuatan kita sebagai orang beriman.
Semakin banyak orang duduk dan berbicara dan berembuk, semakin kuatlah rencana dan kehendak Tuhan. Bukankah Tuhan pernah berkata dimana 2 atau 3 orang berkumpul dalam nama-Ku, Aku hadir ditengah-tengah mereka. Dengan rencana ini, kita percaya bahwa Tuhan hadir dan membuka pikiran dan hati kita sehingga dalam hidup sehari-hari, kita mampu melihat kehadiran Tuhan dalam setiap peristiwa hidup kita.
Perkembangan tempat ziarah adalah tanda-tanda yang baik. Kita berziarah bukan hanya 2 kali setahun tapi setiap saat. Entah itu sebagai pribadi, sebagai keluarga, sebagai kelompok kategorial, kita mengambil bagian dalam kegiatan ziarah supaya kita semakin mampu memberikan diri dibimbing oleh Roh seperti Maria.
Jangan kita mengatakan kalau kita dibimbing oleh Roh maka tidak ada masalah. Maria justru mengalami begitu banyak penderitaan dan kesusahan. Tapi apa yang terjadi? Ia tetap memberikan dirinya kepada Allah yang mengasihi dan mencintainya. Seperti ketika Maria menerima kabar dari malaikat Gabriel, demikian juga ketika memangku Putranya yang wafat (Patung Pieta). Ia mengulang kembali kata-katanya,” AKu ini hamba Tuhan, terjadilah padaku menurut perkataan-Mu”.
Inilah yang perlu kita contoh, perlu kita teladani, perlu kita maknai dan perlu kita Imani sebagai kebenaran supaya perjalanan hidup kita sungguh-sungguh berarti dan bermakna. Jangan kita menghabiskan waktu, tenaga, pikiran untuk hal-hal yang tidak terlalu penting dalam hidup kita.
Untuk apa?
Marilah kita memaknai hidup kita secara lebih bermartabat, lebih berarti, lebih bermakna, supaya kehidupan kita entah di bumi, entah di akhirat tetap bermartabat.
Maria adalah contoh pribadi yang bermartabat. Ia sangat menghargai kehidupan. Ia sangat menghargai iman dan kepercayaannya. Ia menghargai karya keselamatan yang Tuhan laksanakan dalam dirinya. Ia tidak berontak sedikitpun. Inilah yang perlu kita contoh dan teladani dalam hidup.
Kalau demikian, peziarahan kita akan kita bawa ke rumah menjadi peziarahan spiritual kita setiap hari, setiap menit, setiap jam.
Kita akan menjumpai orang-orang berbeda karakter, berbeda prinsip, berbeda kemauan; ada yang keras, ada yang lembek. Bermacam-macam karakter. Tetapi itu adalah bagian dari perjalanan peziarahan kita. Kita harus mampu bersahabat dan merangkul mereka apa adanya. Dari yang keras kepala, sampai yang biasa-biasa saja.

Bahkan kita senantiasa berdoa supaya siapa saja yang mencari Tuhan dengan tulus ikhlas, dibuka pikiran dan hatinya sehingga mampu juga memberikan hatinya dibimbing oleh Roh.  

*diedit dari homili P. Albert Arina pada Ziarah Maria di St. Santo Petrus, Tampo Makale 25 Mei 2014

Tidak ada komentar:

Posting Komentar