Bagi seorang kristen, kematian
bukanlah semata-mata akhir hidup melainkan suatu peristiwa iman. Pada saat
kematian, bersama dengan Kristus, kita beralih dari dunia yang fana ini kepada
kehidupan kekal. Kita menghadap Bapa dan sesudah disucikan dari dosa, kita
diterima dalam keluarga Allah yang berbahagia.
Maka sangatlah tepat untuk
merayakan misa dalam rangka pemakaman orang beriman sebab dengan demikian kita
mengungkapkan harapan bahwa Kristus akan merubah tubuh kita yang hina menjadi
serupa dengan TubuhNya yang mulia” (FLP 3:21). Kita memohonkan kebahagiaan
abadi bagi saudara kita serta ikut serta dalam duka nestapa keluarga yang
berkabung, dan sekaligus juga kita memberikan kesaksian kepada yang turut hadir
yang bukan kristen tentang iman kita yang penuh harapan.
Sebenarnya, prinsip dasar ajaran
Gereja Katolik untuk mendoakan jiwa-jiwa orang yang sudah meninggal adalah
adanya Persekutuan Orang Kudus yang tidak terputuskan oleh maut. Rasul Paulus
menegaskan “Sebab aku yakin, bahwa baik maut, maupun hidup, baik
malaikat-malaikat, maupun pemerintah-pemerintah, baik yang ada sekarang, maupun
yang akan datang, atau kuasa-kuasa, baik yang di atas, maupun yang di bawah,
ataupun sesuatu makhluk lain, tidak akan dapat memisahkan kita dari kasih
Allah, yang ada dalam Kristus Yesus, Tuhan kita.” (Rm 8:38-39).
Kuasa kasih Kristus yang mengikat kita
semua di dalam satu Tubuh-Nya itulah yang menjadikan adanya tiga status Gereja,
yaitu:
1. yang masih
mengembara di dunia
2. yang sudah
jaya di surga
3. yang masih
dimurnikan di Api Penyucian.
Dengan prinsip bahwa kita sebagai
sesama anggota Tubuh Kristus selayaknya saling tolong menolong dalam
menanggung beban (Gal 6:2) di mana yang kuat menolong yang lemah (Rm 15:1),
maka jika kita mengetahui (kemungkinan) adanya anggota keluarga kita yang masih
dimurnikan di Api Penyucian, maka kita yang masih hidup dapat mendoakan mereka,
secara khusus dengan mengajukan intensi Misa kudus (2 Mak 12:42-46).
Adat istiadat yang terkait dengan
upacara untuk orang yang sudah meninggal meliputi – memandikan jenazah,
menunggu jenazah atau tirakatan, pemberkatan jenazah, perarakan ke kuburan,
pemakaman dan peringatan arwah setelah hari tertentu – hendaknya diwarnai
ungkapan iman akan kehidupan kekal.
Dalam liturgi untuk orang mati,
gereja memberi penghormatan kepada jenazah, bukan untuk memujanya, bukan untuk
menghalau roh-roh jahat ataupun menjauhkan roh orang mati jangan sampai
mengganggu orang yang masih hidup; melainkan untuk melepas pergi seorang
saudara/kerabat/teman yang dikasihi, saling memberi penghiburan untuk kita yang
ditinggalkan, mengungkapkan persekutuan kita dengan kaum beriman yang sudah
meninggal dan menyatakan kepercayaan dan harapan kita akan kebangkitan badan
pada hari kiamat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar