#under_header{ margin:10px 0; padding:1%; width:98%; }

Selasa, 27 Maret 2012

Pengembangan Obat Tradisional


Saat ini meskipun obat tradisional cukup banyak digunakan oleh masyarakat dalam usaha pengobatan sendiri (self-medication), profesi kesehatan/dokter umumnya masih enggan untuk meresepkan ataupun menggunakannya. Hal tersebut berbeda dengan di beberapa negara tetangga seperti Cina, Korea, dan India yang mengintegrasikan cara dan pengobatan tradisional di dalam sistem pelayanan kesehatan formal. Alasan utama keengganan profesi kesehatan untuk meresepkan atau menggunakan obat tradisional karena bukti ilmiah mengenai khasiat dan keamanan obat tradisional pada manusia masih kurang. Obat tradisional Indonesia merupakan warisan budaya bangsa sehingga perlu digali, diteliti dan dikembangkan agar dapat digunakan lebih luas oleh masyarakat.

Penggunaan obat tradisional di Indonesia sudahberlangsung sejak ribuan tahun yang lalu, sebelum obatmodern ditemukan dan dipasarkan. Hal itu tercermin antaralain pada lukisan di relief Candi Borobudur dan resep tanamanobat yang ditulis dari tahun 991 sampai 1016 pada daun lontardi Bali. Indonesia yang beriklim tropis merupakan negara dengan keanekaragaman hayati terbesar kedua di dunia setelah Brazil. Indonesia memiliki sekitar 25 000-30 000 spesies tanaman yang merupakan 80% dari jenis tanaman di dunia dan 90 % dari jenis tanaman di Asia.
Hasil inventarisasi yang dilakukan PT Eisai pada 1986 mendapatkan sekitar tujuh ribu spesies tanaman di Indonesia digunakan masyarakat sebagai obat, khususnya oleh industri jamu dan yang didaftarkan ke Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Republik Indonesia berjumlah 283 spesies tanaman.1 Senarai tumbuhan obat Indonesia yang diterbitkan oleh Departemen Kesehatan Republik Indonesia pada tahun 1986 mendokumentasi 940 tanaman obat dan jumlah tersebut tidak termasuk tanaman obat yang telah punah atau langka dan mungkin ada pula tanaman obat yang belum dicantumkan.
Bila dikaji dari sejarah perkembangan, beberapa obat moderen ternyata sebagian di antaranya juga disolasi dari tanaman (Tabel 1). Selain itu didapatkan juga obat antikanker yang berasal dari sumber bahan alam seperti aktinomisin, bleomisin, dan daunorubisin yang diisolasi dari jamur dan bakteri.
Tabel 1 Obat yang berasal dari tanaman
Dalam dekade belakangan ini di tengah banyaknya jenis obat modern di pasaran dan munculnya berbagai jenis obat modern yang baru, terdapat kecenderungan global untuk kembali ke alam (back to nature). Faktor yang mendorong masyarakat untuk mendayagunakan obat bahan alam antara lain mahalnya harga obat modern/sintetis dan banyaknya efek samping.8 Selain itu faktor promosi melalui media masa juga ikut berperan dalam meningkatkan penggunaan obat bahan alam. Oleh karena itu obat bahan alam menjadi semakin populer dan penggunaannya meningkat tidak saja di negara sedang berkembang seperti Indonesia, tetapi juga pada negara maju misalnya Jerman dan Amerika Serikat. Tahun 2000 pasar dunia untuk obat herbal termasuk bahan baku mencapai 43 000 juta dolar Amerika. Penjualan obat herbal meningkat dua kali lipat antara tahun 1991 dan 1994, dan antara 1994 dan 1998 di Amerika Serikat.
Penggunaan obat tradisional di Indonesia tidak saja berlangsung di desa yang tidak memiliki/jauh dari fasilitas kesehatan dan obat modern sulit didapat, tetapi juga berlangsung di kota besar meskipun banyak tersedia fasilitas kesehatan dan obat modern mudah diperoleh. Obat tradisional mungkin digunakan sebagai obat alternatif karena mahalnya atau tidak tersedianya obat modern/sintetis dan adanya kepercayaan bahwa obat tradisional lebih aman. Selain untuk memelihara kesehatan dan mengobati penyakit ringan, yang mengkhawatirkan ialah obat tradisional juga digunakan masyarakat sebagai obat pilihan untuk mengobati penyakit berat, penyakit yang belum memiliki obat yang memuaskan seperti kanker dan AIDS, serta berbagai penyakit menahun misalnya hipertensi dan diabetes melitus tanpa pengawasan/sepengetahuan dokter.


Penelitian Obat Tradisional Indonesia
Obat tradisional Indonesia merupakan warisan budaya bangsa sehingga perlu dilestarikan, diteliti dan dikembangkan. Penelitian obat tradisional Indonesia mencakup penelitian obat herbal tunggal maupun dalam bentuk ramuan. Jenis penelitian yang telah dilakukan selama ini meliputi penelitian budidaya tanaman obat, analisis kandungan kimia, toksisitas, farmakodinamik, formulasi, dan uji klinik. Dari jenis penelitian di atas, uji klinik masih sangat kurang dilakukan dibandingkan jenis penelitian lainnya, sehingga data khasiat dan keamanan obat herbal pada manusia masih sangat jarang. Hal tersebut antara lain karena biaya penelitian untuk uji klinik sangat besar dan uji klinik hanya dapat dilakukan bila obat tradisional/obat herbal tersebut telah dibuktikan aman dan memperlihatkan efek yang jelas pada hewan coba. Penelitian mengenai budidaya tanaman obat dilakukan untuk memenuhi kebutuhan tanaman obat tertentu yang meningkat sehingga kebutuhan tidak terpenuhi dari lahan yang ada atau karena berkurangnya lahan tempat tumbuh tanaman obat.
Saat ini minat untuk melakukan penelitian obat tradisional/obat herbal cukup banyak. Hal itu tercermin antara lain dari banyaknya peserta Program Pendidikan Pascasarjana (P3S) Biomedik FKUI, ataupun Program Pendidikan Dokter Spesialis khususnya Spesialis Farmakologi Klinik yang melakukan penelitian mengenai obat herbal untuk tesisnya. Selain di berbagai perguruan tinggi di Indonesia, penelitian mengenai obat tradisional/obat herbal juga banyak dilakukan di lembaga penelitian, pemerintah maupun industri farmasi. Sebagian hasil penelitian dilaporkan di seminar atau kongres terutama yang khusus membahas hasil penelitian obat tradisional/obat herbal seperti Seminar Nasional Tumbuhan Obat Indonesia. Di sisi lain, banyak hasil penelitian yang tidak dipublikasikan dan tersebar di berbagai institusi pendidikan, lembaga penelitian, pemerintah/ departemen maupun di industri. Oleh karena itu diperlukan suatu badan yang mengkoordinasi pengumpulan data penelitian obat herbal di Indonesia beserta hasilnya dan mengintegrasikan pada satu database yang dapat diakses oleh semua pihak yang berminat. Data tersebut akan sangat berguna sebagai sumber informasi terutama untuk menentukan penelitian selanjutnya, baik untuk menghindari duplikasi penelitian, memperbaiki metode, maupun untuk melengkapi penelitian yang sudah ada.
Tabel 2 Perbedaan Obat Tradisional dan Obat Modern


Konsep Pengembangan Obat Bahan Alam Indonesia
Berdasarkan tingkat pembuktian khasiat, persaratan bahan baku yang digunakan, dan pemanfaatannya, obat bahan alam Indonesia dikelompokkan menjadi tiga kelompok, yaitu: jamu, obat herbal terstandar, dan fitofamaka (Gambar 1)
Gambar 1 Konsep Pengembangan Obat Bahan Alam
Tahapan Pengembangan Obat Tradisional Indonesia
Agar obat tradisional dapat diterima di pelayanan kesehatan formal/profesi dokter, maka hasil data empirik harus didukung oleh bukti ilmiah adanya khasiat dan keamanan penggunaannya pada manusia. Bukti tersebut hanya dapat diperoleh dari penelitian yang dilakukan secara sistematik.
Tahap pengembangan obat tradisional
1.    Pemilihan simplisia
2.    Uji penyaringan (skrining)
3.    Uji farmakodinamik
4.    Uji toksisitas pada hewan coba
5.    Pengembangan formulasi (sediaan obat)
6.    Uji klinis pada manusia
Tahapan pengembangan obat tradisional menjadi fitofarmaka adalah sebagai berikut.
1.    Seleksi
2.    Uji preklinik, terdiri atas uji toksisitas dan uji farmakodinamik
3.    Standarisasi sederhana, penentuan identitas dan pembuatan sediaan terstandar
4.    Uji klinik
Tahap Seleksi
Sebelum memulai penelitian, perlu dilakukan pemilihan jenis obat tradisional/obat herbal yang akan diteliti dan dikembangkan. Jenis obat tradisional/obat herbal yang diprioritaskan untuk diteliti dan dikembangkan adalah:
1.    Diharapkan berkhasiat untuk penyakit yang menduduki urutan atas dalam angka kejadiannya (berdasarkan pola penyakit)
2.    Berdasarkan pengalaman berkhasiat untuk penyakit tertentu
3.    Merupakan alternatif jarang untuk penyakit tertentu, seperti AIDS dan kanker.
Akhir-akhir ini ada kecenderungan untuk meneliti tanaman obat yang mendadak populer di kalangan masyarakat. Sebagai contoh banyak penelitian belakangan ini dilakukan terhadap tanaman Mahkota Dewa (Phaleria macrocarpa) yang diklaim antara lain bermanfaat untuk penderita diabetes melitus dan buah merah (Pandanus conoideus Lamk.) yang diklaim antara lain dapat menyembuhkan kanker dan AIDS.

Tahap Uji Preklinik
Uji preklinik dilaksanakan setelah dilakukan seleksi jenis obat tradisional yang akan dikembangkan menjadi fitofarmaka. Uji preklinik dilakukan secara in vitro dan in vivo pada hewan coba untuk melihat toksisitas dan efek farmakodinamiknya. Bentuk sediaan dan cara pemberian pada hewan coba disesuaikan dengan rencana pemberian pada manusia. Menurut pedoman pelaksanaan uji klinik obat tradisional yang dikeluarkan Direktorat Jenderal POM Departemen Kesehatan RI hewan coba yang digunakan untuk sementara satu spesies tikus atau mencit, sedangkan WHO menganjurkan pada dua spesies. Uji farmakodinamik pada hewan coba digunakan untuk memprediksi efek pada manusia, sedangkan uji toksisitas dimaksudkan untuk melihat keamanannya.


Uji Toksisitas
Uji toksisitas dibagi menjadi uji toksisitas akut, subkronik, kronik, dan uji toksisitas khusus yang meliputi uji teratogenisitas, mutagenisitas, dan karsinogenisitas. Uji toksisitas akut dimaksudkan untuk menentukan LD50 (lethal dose50) yaitu dosis yang mematikan 50% hewan coba, menilai berbagai gejala toksik, spektrum efek toksik pada organ, dan
cara kematian. Uji LD50 perlu dilakukan untuk semua jenis obat yang akan diberikan pada manusia. Untuk pemberian dosis tunggal cukup dilakukan uji toksisitas akut. Pada ujitoksisitas subkronik obat diberikan selama satu atau tiga bulan, sedangkan pada uji toksisitas kronik obat diberikan selama enam bulan atau lebih. Uji toksisitas subkronik dan kronik bertujuan untuk mengetahui efek toksik obat tradisional pada pemberian jangka lama. Lama pemberian sediaan obat pada uji toksisitas ditentukan berdasarkan lama pemberian obat pada manusia (Tabel 4).
Tabel 3 Hub Lama Pemberian Obat pada Manusia dan PemberianObat pada Hewan Coba pada Uji Toksisitas
Uji toksisitas khusus tidak merupakan persyaratan mutlak bagi setiap obat tradisional agar masuk ke tahap uji klinik. Uji toksisitas khusus dilakukan secara selektif bila:
1.    Obat tradisional berisi kandungan zat kimia yang potensial menimbulkan efek khusus seperti kanker, cacat bawaan.
2.    Obat tradisional potensial digunakan oleh perempuan usia subur
3.    Obat tradisional secara epidemiologik diduga terkait dengan penyakit tertentu misalnya kanker.
4.    Obat digunakan secara kronik

Uji Farmakodinamik
Penelitian farmakodinamik obat tradisional bertujuan untuk meneliti efek farmakodinamik dan menelusuri mekanisme kerja dalam menimbulkan efek dari obat tradisional tersebut. Penelitian dilakukan secara in vitro dan in vivo pada hewan coba. Cara pemberian obat tradisional yang diuji dan bentuk sediaan disesuaikan dengan cara pemberiannya pada manusia. Hasil positif secara in vitro dan in vivo pada hewan coba hanya dapat dipakai untuk perkiraan kemungkinan efek pada manusia

Standardisasi Sederhana, Penentuan Identitas dan Pembuatan Sediaan Terstandar
Pada tahap ini dilakukan standarisasi simplisia, penentuan identitas, dan menentukan bentuk sediaan yang sesuai. Bentuk sediaan obat herbal sangat mempengaruhi efek yang ditimbulkan. Bahan segar berbeda efeknya dibandingkan dengan bahan yang telah dikeringkan. Proses pengolahan seperti direbus, diseduh dapat merusak zat aktif
tertentu yang bersifat termolabil.15 Sebagai contoh tanaman obat yang mengandung minyak atsiri atau glikosida tidak boleh dibuat dalam bentuk decoct karena termolabil. Demikian pula prosedur ekstraksi sangat mempengaruhi efek sediaan obat herbal yang dihasilkan. Ekstrak yang diproduksi dengan jenis pelarut yang berbeda dapat memiliki efek terapi yang berbeda karena zat aktif yang terlarut berbeda. Sebagai contoh
daun jati belanda (Guazuma ulmifolia Lamk) memiliki tiga jenis kandungan kimia yang diduga berperan untuk pelangsing yaitu tanin, musilago, alkaloid. Ekstraksi yang
dilakukan dengan etanol 95% hanya melarutkan alkaloid dan sedikit tanin, sedangkan ekstraksi dengan air atau etanol 30% didapatkan ketiga kandungan kimia daun jati belanda yaitu tanin, musilago, dan alkaloid tersari dengan baik.

Uji klinik Obat tradisional
Untuk dapat menjadi fitofarmaka maka obat tradisional/ obat herbal harus dibuktikan khasiat dan keamanannya melalui uji klinik. Seperti halnya dengan obat moderen maka uji klinik berpembanding dengan alokasi acak dan tersamar ganda (randomized double-blind controlled clinical trial) merupakan desain uji klinik baku emas (gold standard). Uji klinik pada manusia hanya dapat dilakukan apabila obat tradisional/obat herbal tersebut telah terbukti aman dan berkhasiat pada uji preklinik. Pada uji klinik obat tradisional seperti halnya dengan uji klinik obat moderen, maka prinsip etik uji klinik harus dipenuhi. Sukarelawan harus mendapat keterangan yang jelas mengenai penelitian dan memberikan informed-consent sebelum penelitian dilakukan. Standardisasi sediaan merupakan hal yang penting untuk dapat menimbulkan efek yang terulangkan (reproducible). Uji klinik dibagi empat fase yaitu:
Fase I : dilakukan pada sukarelawan sehat, untuk menguji keamanan dan tolerabilitas obat tradisional
Fase II awal: dilakukan pada pasien dalam jumlah terbatas, tanpa pembanding
Fase II akhir: dilakukan pada pasien jumlah terbatas, dengan pembanding
Fase III : uji klinik definitif
Fase IV : pasca pemasaran,untuk mengamati efek samping yang jarang atau yang lambat timbulnya.
Untuk obat tradisional yang sudah lama beredar luas di masyarakat dan tidak menunjukkan efek samping yang merugikan, setelah mengalami uji preklinik dapat langsung dilakukan uji klinik dengan pembanding. Untuk obat tradisional yang belum digunakan secara luas harus melalui uji klinik pendahuluan (fase I dan II) guna mengetahui tolerabilitas pasien terhadap obat tradisional tersebut. Berbeda dengan uji klinik obat modern, dosis yang digunakan umumnya berdasarkan dosis empiris tidak
didasarkan dose-ranging study. Kesulitan yang dihadapi adalah dalam melakukan pembandingan secara tersamar dengan plasebo atau obat standar. Obat tradisional mungkin mempunyai rasa atau bau khusus sehingga sulit untuk dibuat tersamar. Saat ini belum banyak uji klinik obat tradisional yang dilakukan di Indonesia meskipun nampaknya cenderung meningkat dalam lima tahun belakangan ini. Kurangnya uji klinik yang dilakukan terhadap obat tradisional antara lain karena:
1.      Besarnya biaya yang dibutuhkan untuk melakukan uji klinik
2.      Uji klinik hanya dapat dilakukan bila obat tradisional telah terbukti berkhasiat dan aman pada uji preklinik
3.      Perlunya standardisasi bahan yang diuji
4.      Sulitnya menentukan dosis yang tepat karena penentuan dosis berdasarkan dosis empiris, selain itu kandungan kimia tanaman tergantung pada banyak faktor.
5.      Kekuatiran produsen akan hasil yang negatif terutama bagi produk yang telah laku di pasaran
Setelah melalui penilaian oleh Badan POM, dewasa ini terdapat sejumlah obat bahan alam yang digolongkan sebagai obat herbal terstandar dan dalam jumlah lebih sedikit digolongkan sebagai fitofarmaka.
Terlepas dari aspek formalitas bidang kesehatan, uji klinik dan kompetisi bisnis, namun sebagian besar dari 10.880 apotek (data tahun 2008) dan ribuan toko obat berizin yang ada di Indonesia sudah memajang berbagai merk obat tradisional di etalasenya. Omset penjualan obat tradisional tahun 2000 yang lalu mencapai 1,5 trilyun rupiah. Selain itu, permintaan pasar dunia terhadap suplemen diet yang terbuat dari berbagai campuran bahan obat mencapai 40 milyar dollar AS, produk yang bahan bakunya berasal dari tanaman obat mencapai 19,8 milyar dollar AS. Sedangkan Gabungan Pengusaha (GP) Jamu dan obat tradisional, memiliki target omzet penjualan jamu nasional pada tahun 2011, naik 10% menjadi Rp 10,12 triliun, dibanding realisasi omzet 2010 yang mencapai Rp 9,2 triliun.
Dibalik beragam kendala, ternyata banyak celah yang dapat dimanfaatkan untuk pengembangan tanaman obat, sebagai bahan baku tanaman obat. Di Indonesia terdapat sekitar 30.000 spesies tumbuhan, 940 spesies di antaranya berpotensi untuk dikembangkan mejadi tanaman obat. Hal itu menjadikan Indonesia sebagai salah satu Negara terkaya di dunia dalam cadangan plasma nuftah tanaman obat. Sedangkan yang telah terdaftar di Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan (POM) dan digunakan oleh industri obat tradisional baru mencapai 283 spesies tanaman.
Strategi pengembangan dan pemanfaatan obat tradisional Indonesia (obat asli Indonesia) meliputi tiga segmen, yaitu jamu, sediaan ekstrak terstandar dan sediaan fitofarmaka (obat dari bahan alami tanaman obat). Bila target pemasaran tidak darahkan pada bidang pelayanan kesehatan formal (hanya menjangkau pasar nonformal), maka tidak ada ketentuan untuk melakukan uji klinik. Dengan demikian bagi obat tradisional yang melum menempuh uji klinik, tertutup kemungkinannya untuk digunakan di 1.523 rumah sakit (data tahun 2010), 8.854 Puskesmas (data tahun 2010) dan puluhan ribu klinik atau praktek dokter yang ada di Indonesia, namun tetap berpeluang untuk secara langsung digunakan oleh masyarakat.
Terhadap kebutuhan bidang kesehatannya, masyarakat menjadi punya banyak pilihan, bisa memilih obat modern yang umumnya dianggap mahal, tiga segmen obat tradisional, atau mencari tanaman obat sendiri di halaman rumah, di sawah, atau di hutan. Dalam hal ini pemahaman masyarakat mengenai khasiat tanaman obat tertentu perlu ditingkatkan. Upaya yang ditempuh Prof. Hembing Wijayakusumah dan pakar pengobatan tradisional lainnya, baik melalui buku, media cetak dan media elektronik perlu terus ditumbuh-kembangkan.
Ternyata ada tanaman yang berkhasiat untuk mengobati kanker, hepatitis, batu ginjal atau beragam penyakit lainnya. Sebagian pengalaman masyarakat menyangkut khasiat tanaman obat tertentu, kemudian diteliti lebih lanjut dan dibuktikan secara ilmiah, antara lain oleh Pusat Penelitian Obat Tradisional (PPOT) yang ada di UGM dan Unibraw. Ternyata alam menyediakan berbagai obat untuk beragam penyakit yang diderita manusia. Setiap penyakit tentu ada obatnya

2 komentar:

  1. tulisan yang sangat bagus dan bermanfaat,, tapi maaf kalo boleh saya tau sumber dari tulisan anda ini dari mana ya?

    BalasHapus
  2. sory baru reply..

    coba cari aja artikel ttg Peran Obat Tradisional Makin Menguat ma file PDF ttg Pengembangan Obat Tradisional menjadi Fitofarmaka... sebagianx dr bahan kuliah..

    BalasHapus