HIDUP SEBAGAI SUATU PEZIARAHAN
Perjalanan hidup kita adalah
sebuah peziarahan. Dalam peziarahan itu, kita membutuhkan pertolongan Tuhan.
Sejauh mata memandang, sejauh kaki melangkah, dalam peziarahan adan begitu
banyak suka duka yang kita alami dan kita rasakan, silih berganti. Tepatnya
dalam tradisi katolik, ziarah menjadi sangat dominan dan sangat kental dengan
nuansa spiritual. Peziarahan yang kita laksanakan setiap hari adalah peziarahan
yang sifatnya fisik semata. Tetapi yang sebenarnya yang kita butuhkan adalah
peziarahan rohani. Peziarahan dimana kita sebagai orang beriman mengarahkan
diri kita pada Tuhan. Itu sebabnya dalam tradisi gereja kita, umat beriman
diajak untuk menjadi bagian dari peziarahan spiritual. Peziarahan ini adalah
peziarahan yang sangat panjang dan melelahkan.
Kalau kita mengikuti ziarah tiap
bulan Oktober atau Mei, mungkin secara fisik kita akan merasa capek dan lelah.
Tetapi setelah kita beristirahat sejenak, duduk dan minum/makan (kalau ada)
makan kita akan menjadi segar kembali. Yang sangat berat adalah perjalanan
spiritual. Suka duka, gembira, sakit, tidak berdaya, merasa dihina, merasa
difitnah, itu adalah bagian dari perjalanan spiritual.jadi, ketika kita mengikuti
ziarah-ziarah, kita harus mengerti dengan baik bahwa yang jauh lebih penting
dan bermakna adalah perjalanan spiritual. Ini adalah bagian dari perjalanan
spiritual karena seseorang berusaha mencari sesuatu yang berarti dan berguna.
Perlu kita sadari bahwa kita
berasal dari Tuhan. Kita dilahirkan di muka bumi ini, hidup 70 atau 80 tahun,
setelah itu kita akan kembali kepada Dia yang mengasihi dan mencintai kita. 80
tahun terakhir, kita itu berziarah, mencari kebahagiaan, mencari keselamatan
supaya kita bisa kembali ke tempat di mana kita berasal yaitu Bapa di surga. Dan
dalam gereja kita, Maria adalah pribadi yang memberi contoh dan teladan
bagaimana peziarahan itu harus kita maknai sebagai kebenaran, sebagai bagian
dari iman kita kepada Tuhan.
Ketika Maria mendengar kabar
gembira dari malaikat bahwa ia akan mengandung, bahkan jauh sebelum itu, Maria
dikatakan oleh kitab suci adalah seorang perempuan desa yang tulus, jujur dan
selalu mengarahkan hati dan pikirannya kepada Tuhan.
Memang dia belum langsung
berbicara kepada malaikat. Tetapi perjalanan hidupnya sudah mengarah pada Tuhan
sampai akhirnya malaikat itu datang kepadanya dan mengatakan ,”Salam, hai
engkau yang dikaruniai, Tuhan menyertai engkau” (Luk 1:28). Salam itu berasal
dari yang Maha Tinggi. Dan itu yang kita doakan dalam doa Salam Maria.
Bagian selanjutnya adalah seruan
dari Elisabet ketika mendengar salam dari Maria ,”Diberkatilah engkau di antara
semua perempuan dan diberkatilah buah rahimmu” (luk 1:42) dan kemudian ditutp
dengan doa dari gereja ,”Santa Maria Bunda Allah, doakanlah kami yang berdosa
ini, sekarang dan waktu kami mati”. Amin.
Doa gereja adalah dalam doa Salam
Maria ini. Doa gereja agar gereja bisa bersama-sama dengan Maria dalam
peziarahan ini. Itulah yang dikatakan dalam injil Yoh 14:16 : Aku akan minta
kepada Bapa, dan Ia akan memberikan kepadamu seorang Penolong yang lain, supaya
Ia menyertai kamu selama-lamanya.
Ini yang perlu digarisbawahi.
Orang yang menyerahkan diri seutuhnya kepada Tuhan adalah orang yang akan
dibimbing oleh Tuhan. Itu sebabnya Maria sejak awal memberikan dirinya kepada
Tuhan dan Tuhan membimbing dirinya sepanjang perjalanannya. Kalau kita mau
setia dalam peziarahan ini, kita harus mau menyerahkan diri untuk dibimbing
oleh Allah. Kita harus mau dibimbing oleh Roh Kudus. Dan Ia akan menyertai
hidup kita sampai pada kesudahan.
Kalau kita melihat Maria, kalau
ia tidak dibimbing oleh Roh, mungkin ia akan stress karena melihat dengan mata
kepala sendiri bagaimana putranya itu diperlakukan secara tidak manusiawi.
Mungkin ia akan memberontak, berteriak dan melempari serdadu-serdadu dengan
batu. Melihat ketidakadilan dan dibuatkan pengadilan palsu dan semua orang
tahu. Tetapi apa yang terjadi dengan Maria? Ia selalu mengatakan dalam hatinya,
“Aku ini hamba Tuhan terjadilah padaku menurut kehendakMu”.
Itu terjadi karena Maria memberikan
dirinya dibimbing oleh Roh sehingga bukan pikirannya yang jalan. Bukan
tindakannya yang jalan. Tidak seperti kita. Lain kali kita marah, lain kali
kita emosi dan seterusnya. Dan inilah yang senantiasa harus kita maknai sebagai
perjalanan peziarahan kita.
Setiap kali kita mengikuti
kegiatan ziarah, kita mengambil hikmah bagaimana Maria itu memberikan dirinya
setiap hari dibimbing oleh Roh. Kalau dalam gereja terjadi perpecahan, itu
bukan tanda-tanda yang baik. Seperti waktu terjadi perpecahan dalam gereja.
Bukan lagi Roh yang berbicara tapi pikiran orang, niat jahat orang yang bekerja
sehingga terjadi perpecahan skisma antara gereja katolik dan protestan pada
waktu itu. Dan sampai sekarang, gereja tetap mempertahankan keutuhan karena
gereja memberikan dirinya dituntun oleh Roh.
Tidak semudah itu untuk
mendirikan sebuah gereja. Tapi kalau itu dikehendaki Tuhan maka itu terjadilah.
Dan sampai sekarang ini, kita
bersyukur dan bergembira karena Tuhan telah memfasilitasi kita sebagai orang
beriman dengan sakramen-sakramen yang ada, devosi-devosi yang ada dan dengan
teladan Maria supaya semua orang beriman itu sehati, sejiwa dalam peziarahan
menuju Bapa di surga. Ini adalah bagian dari perjalanan spiritual kita.
Jangan kita beranggapan bahwa
setelah prosesi ziarah itu, kita pulang dan selesailah ziarah itu. Ziarah itu
terus menerus berlangsung. Siang malam. Pagi sore. Sepanjang hidup kita
peziarahan itu tetap berlangsung sampai
ketika kita mati maka selesailah peziarahan kita.
Itu sebabnya, kebahagiaan adalah
bahwa orang-orang yang setia dalam peziarahan itu sampai dia menghadap Bapa di
surga. Setia dan memegang teguh komitmen iman akan Tuhan, pada keluarganya,
pada gereja dan pada semua orang yang mencari Tuhan dengan ikhlas hati.
Pada kesempatan ini, kalau kita
mau memberikan diri dibimbing oleh Roh, yakin dan percaya kehidupan kita akan
semakin baik. Sama dengan keluarga-keluarga. Kalau suami, istri, anak-anak
selalu menyerahkan diri dibimbing oleh Tuhan maka keluarga itu adalah keluarga
yang hidup damai, tenang dan tentram. Seperti keluarga kudus dan itu yang harus
menjadi cita-cita kita.
Kalau gereja sebagai satu
persekutuan menyerahkan diri dan dibimbing oleh Rohm aka gereja itu akan tumbuh
dan berkembang menjadi kekuatan moral, tanda kehadiran Tuhan.
Harus diyakini sebagai suatu
kebenaran karena bagi Tuhan tak ada sesuatu yang mustahil. Kalau Tuhan sudah
bekerja, tak ada satu pun yang dapat membendung dan menghalangi kita. Itu
sebabnya perlulah komitmen, kerja sama, keredahan hati, menggalang persatuan dan
kesatuan supaya Roh Tuhan secara leluasa bekerja dalam pikiran, dalam hati
seluruh orang sehingga dengan caranya masing-masing bisa membantu pembangunan
gereja.
Bukan pikiran kita yang jalan.
Bukan kemauan kita yang jalan. Tetapi kita membuka hati dan pikiran, biarlah
Tuhan yang bekerja atas diri kita dan orang-orang lain di sekitar kita. Kita
hanyalah fasilitator. Kita memfasilitasi, kita menyediakan diri dan Tuhan
bekerja. Demikian dengan Maria.
Maria tinggal menyediakan diri
dan Tuhan yang bekerja. Para rasul menyediakan diri dan Tuhan yang bekerja. Dan
gereja menyediakan diri dan Tuhan yang bekerja. Dan inilah yang menjadi
kekuatan kita sebagai orang beriman.
Semakin banyak orang duduk dan
berbicara dan berembuk, semakin kuatlah rencana dan kehendak Tuhan. Bukankah
Tuhan pernah berkata dimana 2 atau 3 orang berkumpul dalam nama-Ku, Aku hadir
ditengah-tengah mereka. Dengan rencana ini, kita percaya bahwa Tuhan hadir dan
membuka pikiran dan hati kita sehingga dalam hidup sehari-hari, kita mampu
melihat kehadiran Tuhan dalam setiap peristiwa hidup kita.
Perkembangan tempat ziarah adalah
tanda-tanda yang baik. Kita berziarah bukan hanya 2 kali setahun tapi setiap
saat. Entah itu sebagai pribadi, sebagai keluarga, sebagai kelompok kategorial,
kita mengambil bagian dalam kegiatan ziarah supaya kita semakin mampu
memberikan diri dibimbing oleh Roh seperti Maria.
Jangan kita mengatakan kalau kita
dibimbing oleh Roh maka tidak ada masalah. Maria justru mengalami begitu banyak
penderitaan dan kesusahan. Tapi apa yang terjadi? Ia tetap memberikan dirinya
kepada Allah yang mengasihi dan mencintainya. Seperti ketika Maria menerima
kabar dari malaikat Gabriel, demikian juga ketika memangku Putranya yang wafat
(Patung Pieta). Ia mengulang kembali kata-katanya,” AKu ini hamba Tuhan,
terjadilah padaku menurut perkataan-Mu”.
Inilah yang perlu kita contoh,
perlu kita teladani, perlu kita maknai dan perlu kita Imani sebagai kebenaran
supaya perjalanan hidup kita sungguh-sungguh berarti dan bermakna. Jangan kita
menghabiskan waktu, tenaga, pikiran untuk hal-hal yang tidak terlalu penting
dalam hidup kita.
Untuk apa?
Marilah kita memaknai hidup kita
secara lebih bermartabat, lebih berarti, lebih bermakna, supaya kehidupan kita
entah di bumi, entah di akhirat tetap bermartabat.
Maria adalah contoh pribadi yang
bermartabat. Ia sangat menghargai kehidupan. Ia sangat menghargai iman dan
kepercayaannya. Ia menghargai karya keselamatan yang Tuhan laksanakan dalam
dirinya. Ia tidak berontak sedikitpun. Inilah yang perlu kita contoh dan
teladani dalam hidup.
Kalau demikian, peziarahan kita
akan kita bawa ke rumah menjadi peziarahan spiritual kita setiap hari, setiap
menit, setiap jam.
Kita akan menjumpai orang-orang
berbeda karakter, berbeda prinsip, berbeda kemauan; ada yang keras, ada yang
lembek. Bermacam-macam karakter. Tetapi itu adalah bagian dari perjalanan
peziarahan kita. Kita harus mampu bersahabat dan merangkul mereka apa adanya.
Dari yang keras kepala, sampai yang biasa-biasa saja.
Bahkan kita senantiasa berdoa supaya
siapa saja yang mencari Tuhan dengan tulus ikhlas, dibuka pikiran dan hatinya
sehingga mampu juga memberikan hatinya dibimbing oleh Roh.
*diedit dari homili P. Albert Arina pada Ziarah Maria di St. Santo Petrus, Tampo Makale 25 Mei 2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar